Sabtu, 19 Oktober 2013

Tempat terjauh itu bernama Masa Lalu

"Siapa di antara kalian yang asalnya paling jauh?"
Beberapa hadirin mengangkat tangan.
"Saya dari Makassar."
"Saya dari Padang."
"Ada lagi yang lebih jauh? Yak kamu yang berkerudung biru. Asal kamu dari mana?"
Pembawa acara itu menunjuk saya.
"Masa lalu."
Semua berbalik pada saya, kemudian tertawa.



Itu sekelibatan adegan Kamis lalu, di sebuah acara talkshow bertempat di aula salah satu universitas negeri ternama di Bandung.
Saat itu sedang sesi kuis, berhadiah sebuah kaos.
Meski akhirnya saya mendapatkan hadiah kaos itu, sebenarnya saya tak terlalu bangga.
Jawaban itu bukan jawaban saya. Itu dicetuskan oleh kawan saya.
Sebuah canda.
Yang tak disangkanya akan saya pakai untuk menjawab pertanyaan sang pembawa acara.

Saya merasa jawaban itu ada benarnya. Bahkan, sampai sekarang saya masih merenunginya.
Masa lalu. Tempat itu begitu jauh karena kita tak akan bisa menjangkaunya.
Sekeras apapun usaha kita.
Masa lalu hanya akan menjadi kenangan, hantu di sudut pikir kita.
Hanya bisa kita raih pecahan-pecahan memorinya, tapi untuk mengulangnya tak akan bisa.
Karena manusia, bahkan semesta, berubah setiap harinya.

Mungkin kamu bisa saja merasakan kembali suasananya.
Mungkin dengan orang yang berbeda.
Atau perasaannya yang telah berubah.
Memang terasa indah jika hanya dikenang saja.
Tapi tak akan pernah sama.

Saya sering merasakan ini, mengingat kembali kenangan-kenangan indah masa lalu.
Kemudian menjadi rindu.
Tapi, pada suasananya.
Bukan pada orang yang dengannya saya lalui momen indah itu.

Pernah saya suatu kali bertemu lagi dengan cinta pertama saya.
Menghabiskan waktu seperti dulu saat bersama.
Saya pikir saya merindukan dia.
Karena masih saja terngiang di pikiran saya kenangan kita.
Tapi ternyata saya salah.
Semua berubah.
Saya tidak merasakan apa-apa.
Semanis apa pun suasananya.
Hanya agak kaku dan kikuk saja karena lama tak berjumpa.
Selebihnya biasa saja.

Pernah juga, bersama mantan saya.
Dia yang paling lama, dan mungkin paling manis yang pernah ada.
Bersamanya, saya pernah naik motor berjam-jam melintas kota.
Hanya untuk mengantar saya menyerahkan tugas sekolah di rumah seorang guru.
Dia juga menghadiahkan saya kejutan ulang tahun yang paling indah.
Jauh-jauh dari Jakarta hanya untuk memberi bunga dan ucapan selamat ultah.
Hingga sekarang saya kadang-kadang masih bertemu dia.
Bahkan, saat dia punya pacar pun saya biasa saja.
Dan merasa bahagia, melihat kebersamaan mereka berdua.

Momen-momen indah itu, tidak apa-apa jika jadi kenangan juga pelajaran.
Asal jangan terjebak di dalamnya, kemudian jadi susah melangkah ke masa depan.
Tak semestinya masa lalu itu menjadi penyesalan yang berujung pada kesimpulan, 'Seandainya saya dulu...'
Karena, sekeras apapun kita mencoba, kita tak akan pernah bisa mengubah masa lalu.
Karena, itu terlalu jauh untuk kita tempuh.

Dia yang ada di dalam kepalamu, adalah dia yang kemarin.
Beda dengan yang kamu temui hari ini, besok, atau lusa.
Jadi, untuk apa kamu terus menginginkan sesuatu yang tidak bisa kamu jangkau dan tak lagi sama?





*Untuk kamu, yang masih saja sibuk meraih kembali masa lalu.*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar