Kamis, 01 Mei 2014




SHIRIN NESHAT, PERUPA PEREMPUAN ISLAM DARI IRAN
                Shirin Neshat merupakan salah satu perupa perempuan Islam yang mengangkat masalah gender,  politik, dan agama dalam dunia Muslim sebagai subjek dalam berkarya. Melalui karyanya, Shirin Neshat banyak bercerita tentang kehidupan perempuan Islam Iran yang terpengaruh dogma-dogma budaya dan nilai yang mengatasnamakan agama, serta konflik politik dalam dunia Islam. Kepindahannya ke New York untuk menempuh pendidikan mengubah hidupnya.
                Shirin Neshat lahir pada tanggal 26 Maret 1957 di Qazvin, sebuah daerah dengan nuansa relijius yang kuat, terletak di sebelah barat laut Iran. Beliau merupakan anak keempat dari lima bersaudara dan berasal dari keluarga kalangan menengah ke atas. Ayahnya termasuk lelaki yang berpikiran maju pada saat itu. Saat di mana orangtua lainnya di Iran menetapkan aturan yang ketat kepada anak-anak perempuannya sesuai dengan dogma budaya dan agama yang ada pada saat itu, ayah Shirin Neshat justru mendorongnya untuk menjadi individu yang mandiri, mengambil resiko, terus belajar, dan melihat dunia.
                Kehidupannya mulai berubah drastis saat beliau dikirim ke sekolah Katolik di Teheran. Beliau harus menjalani kehidupan yang sangat berbeda, dari kehidupan keluarga yang hangat dan kental dengan nilai-nilai Islam menjadi kehidupan akademis yang penuh dengan aturan dan nilai-nilai Katolik. Keterkejutan Shirin akan perubahan drastis yang harus beliau alami membuatnya depresi hingga menderita anoreksia.
                Pada periode tahun 1960-an hingga awal 1970-an, pendidikan Barat menjadi populer di kalangan keluarga menengah atas Iran. Banyak orangtua dari kalangan tersebut mengirimkan putra mereka ke luar negeri untuk mendapatkan pendidikan Barat. Begitu pula keluarga Shirin Neshat. Namun, yang membedakan keluarga Shirin dengan keluarga lainnya, yang dikirim tak hanya putra-putranya saja. Putri-putri mereka, termasuk Shirin turut dikirim ke luar negeri untuk mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi.
                Shirin menyelesaikan studinya di jurusan Seni hingga mendapat gelar BA, MA, dan MFA di University of California, Berkeley. Kehidupannya di dunia Barat, membuat pikirannya semakin terbuka dan wawasannya semakin berkembang.


PERJALANAN SHIRIN NESHAT DALAM BERKARYA
Setelah menyelesaikan studinya, Shirin Neshat tidak serta merta produktif berkarya. Pada awal-awal pasca kelulusannya dari Berkeley, beliau merasa ide-idenya tidak cukup kuat dan beliau tidak siap untuk menghasilkan karya seni. Beliau juga merasa tidak cukup terilhami oleh sejarah seni yang telah dipelajarinya.
Shirin Neshat pun memutuskan untuk pindah ke New York. Namun, beliau semakin terintimidasi oleh karya-karya seni kontemporer yang ada di sana dan semakin menyadari bahwa dirinya belum cukup dewasa dan bergairah untuk berkarya. Yang Shirin lakukan selanjutnya adalah bekerja di sebuah institusi seni bernama The Storefront for Art and Architecture yang didirikan oleh mantan suaminya, Kyong Park. Beliau bekerja sebagai administrator sambil membantu dalam program kuratorial. The Storefront merupakan organisasi non-profit yang didedikasikan untuk menyampaikan program seni dan arsitektur dengan mengumpulkan orang-orang yang memiliki latar belakang arsitek, baik secara teoritis maupun praktis. Dengan bergabungnya Shirin ke dalam organisasi ini, beliau bertemu dengan orang-orang dari berbagai bidang, seperti seniman, arsitek, filsuf, budayawan, bahkan terkadang ilmuwan, yang berpengaruh besar terhadap perkembangan pemikiran-pemikiran Shirin.
Yang menjadi titik balik Shirin dalam bidang seni adalah saat beliau memutuskan untuk kembali ke Iran pada tahun 1990 setelah 12 tahun kepergiannya. Perjalanan tersebut hingga perjalanan-perjalanan selanjutnya membuatnya fokus pada artistik, terutama pada Revolusi Islam dan peran perempuan dalam revolusi tersebut. Hal itu membuatnya sadar bahwa beliau menemukan subyek yang membuatnya bergairah untuk berkarya. Hingga akhirnya ia membuat karya pertamanya pada tahun 1993-1997 yang berjudul “Women of Allah”. Karya ini merupakan karya fotografi yang mengangkat tema tentang revolusi dan konsep tentang ‘syahid’.






WOMEN OF ALLAH (1993-1997)






                Karya seni berupa fotografi ini memiliki visual yang sederhana. Beberapa elemen dimunculkan berulang kali: tubuh perempuan, topik yang banyak mengundang masalah dalam budaya Islam karena mengimplementasikan aib, dosa, dan seksualitas; teks kaligrafi, yang memuat puisi dari penulis perempuan Iran; senjata api, sebagai lambang kekerasan; dan kerudung atau cadar, yang begitu kontroversial, dianggap sebagai lambang penindasan sekaligus pembebasan—perlawanan terhadap pengaruh Barat.
                Karya ini terinspirasi oleh Revolusi Islam di Iran. Sebelum revolusi, kepemimpinan Shah mencoba untuk mempromosikan budaya sekuler. Bahkan, hijab tidak disukai dan cenderung dilarang dalam periode ini, periode di mana Shirin tumbuh sebagai remaja di Iran. Namun, jilbab mulai dikenakan secara meluas oleh perempuan, bukan hanya sebagai simbol ketaatan menjalankan agama, namun juga menjadi simbol politik perlawanan terhadap pemerintahan Shah dan sebuah bentuk pemberdayaan.
                Semua foto dalam karya ‘Women of Allah’ ini berkutat pada tema seputar keterpaksaan, batasan, perempuan muslim kuno, dan kekerasan. Shirin menggunakan fotografi untuk menyampaikan pada audiensnya bahwa mereka memang melihat realitas tertentu. Bahwa tiap perempuan Islam Iran berada pada citra yang negatif. Dalam Islam, tubuh perempuan secara historis menjadi sarana pertempuran untuk berbagai macam ideologi dan retorika politik. Sebuah identitas dan budaya yang dapat dipahami melalui status dan keadaan perempuan, seperti peran yang mereka mainkan dalam masyarakat, hak-hak mereka yang dapat dinikmati atau tidak, dan kode etik berpakaian yang harus mereka patuhi.
                Melalui karya ini, Shirin mengeksplorasi pengalaman seorang perempuan Islam. Beliau mengungkapkannya melalui kata-kata perempuan yang telah hidup dan mengalami kehidupan di balik hijab. Kata-kata yang ditulis pada kulit perempuan, menunjukkan suara harfiah dan simbolis dari wanita yang seksualitas dan individualisme telah lenyap di depan publik oleh jilbab.
                Karya ini menceritakan kehidupan pribadi dan publik perempuan yang hidup di bawah komitmen keagamaan yang ekstrim. Puisi yang tertuang dalam foto-foto ini merupakan hasil karya Tahereh Saffarzadeh: penyair dan penulis Iran, serta penerjemah sekaligus professor dari universitas terkemuka di Iran. Taherah mengungkapkan keyakinan kuat yang dimiliki perempuan-perempuan Iran akan Islam. Menurut perempuan Iran yang terlibat dalam revolusi Islam, hanya dalam konteks Islam seorang perempuan bisa setara dengan laki-laki. Dengan menyembunyikan seksualitasnya sebagai perempuan, jilbab mencegahnya menjadi objek seksual.
                Terdapat banyak kontradiksi pribadi pada perempuan yang kuat dan bangga akan partisipasinya dalam proses revolusioner, bersedia untuk berperang dengan senapan di punggung mereka, namun masih menanggung hukum-hukum agama yang membuat kendala bagi kehidupan mereka. Pendekatan Shirin menciptakan dialog konseptual yang secara visual mengidentifikasi dan mengeksplorasi beberapa karakterisasi negatif dan stereotip muslim, terutama perempuan muslim. Serta bagaimana konteks iman ini mendukung mereka atau malah menghambaat mereka.
                Karya Neshat berusaha mengeksplorasi dua pandangan yang berbeda, satu dari sisi Barat yang cenderung liberal, satu sisi dari perempuan Iran itu sendiri. Masyarakat Barat cenderung menangkap karya seni ini menunjukkan perempuan sebagai objek yang dikungkung dogma dan diperalat sebagai upaya politik menggulingkan kepemimpinan Shah yang sekuler. Sedangkan perempuan Iran menganggap hal itu adalah sebuah pilihan untuk menunjukkan kesetaraan dan membela kebenaran serta iman.
                Setelah mengeluarkan “Women of Allah” yang merupakan karya seni perdananya, Shirin mulai produkif berkarya. Tak jauh beda dengan karya pertamanya, beliau selanjutnya tetap mengangkat perempuan Islam sebagai subjeknya dalam berkarya seni. Kebanyakan karya seninya berupa video dan instalasi serta multimedia performance.

TURBULENT (1998)
 
Pada karya selanjutnya, yaitu “Turbulent”, Shirin Neshat bercerita tentang perbandingan respon masyarakat sosial terhadap laki-laki dan perempuan. Video ini menampilkan dua kondisi berbeda di mana terdapat sebuah panggung yang menampilkan penyanyi lelaki dengan banyak penonton dan panggung yang satunya lagi diisi oleh seorang perempuan tanpa penonton sama sekali. Sang penyanyi lelaki menyanyikan lagu dengan lirik puisi karya Rumi sambil menghadap ke kamera. Nyanyian lelaki ini ditutup oleh tepuk tangan meriah dari penontonnya. Kemudian, tepat setelah berakhirnya nyanyian lelaki tadi, kamera mulai bergerak seiring suara wanita dalam kegelapan mulai menyanyikan nada tanpa kata-kata. Terlihat ekspresi penyanyi lelaki dan para penontonnya tercengang takjub tak mampu berkata-kata mendengar nyanyian sang wanita, meski tak mendapat tepuk tangan.
Ini juga dapat dianalogikan sebagai aql’ dan nafs’ di mana lelaki sebagai makhluk yang rasional berperan sebagai aql’ atau akal, sedangkan perempuan yang lekat dengan keindahan dan perasaan berperan sebagai nafsu yang bisa sangat menyentuh dan memotivasi untuk kebaikan atau malah sebaliknya jika tidak dikontrol akan membahayakan.
Di satu sisi, video ini juga bisa menimbulkan interpretasi yang lain. Lelaki dalam bermasyarakat lebih objektif dan mengikuti aturan serta pandangan orang-orang sedangkan perempuan lebih mengikuti kata hati dan merasa bebas dan lepas dari kungkungan saat mengikuti kata hatinya tersebut. Lelaki lebih ingin ‘dipandang’ atau mengejar kekuasaan sementara perempuan mengejar kebebasan.
Karya Shirin yang lain adalah “Rapture” , memiliki dasar konsep yang sama dengan “Turbulent” yang mengangkat tentang perbedaan baik secara visual maupun konseptual.
Pada karya-karya selanjutnya, Shirin masih tetap mengangkat tema perbedaan lelaki dan perempuan dalam tatanan sosial masyarakat Muslim, kebanyakan dalam bentuk video dan film pendek. Ada juga karyanya berupa film panjang yang diangkat dari novel karya Shahrnush Parsipur berjudul “Women Without Men”.
Beberapa karyanya yang lain yaitu “Soliloquy”, “Fervor”, “Passage”, “Logic of the Birds”, “Tooba”, “Mahdokht”, “Zarin”, “Munis”, “Faezeh”, dan “Possession”.

Dari semua karyanya, dapat disimpulkan Shirin Neshat ini memiliki karakteristik yang berbeda dibandingkan para seniman perempuan feminis lainnya yang juga mengangkat  subjek kesetaraan gender dalam berkarya. Selain karena membuka perspektif baru pada dunia mengenai Islam dan perempuan, di beberapa karyanya Shirin cenderung lebih objektif dalam menampilkan karya seni yang feminis dengan memperlihatkan perbedaan perspektif tentang perempuan tanpa berat sebelah,  ketimbang  para seniman perempuan beraliran feminis yang cenderung egosentris dan mengekspresikan diri atau berkarya dalam perspektif perempuan saja. Pesan yang dapat ditangkap dalam beberapa karya Shirin adalah bahwa meski sesungguhnya perempuan dan lelaki itu dipandang sama oleh Tuhan dan agama, lelaki dan perempuan memiliki banyak perbedaan dan kekurangan masing-masing. Perbedaan itu bukan untuk diperdebatkan atau dipermasalahkan, melainkan digunakan untuk menutupi kekurangan satu sama lain.

2 komentar:

  1. selamat pagi kak zilfany, saya mohon izin mengambil postingan ini untuk tugas, apa kak zil bisa mmberikan informasi sumber tulisan ini? terimakasih..

    BalasHapus
  2. Silakan, Devy.
    Tulisan ini adalah hasil kesimpulan saya sendiri yang dilansir dari berbagai sumber, kebanyakan saya ambil dari http://www.feministstudies.org/_img/art_gallery/0499697.0030.306.pdf

    Terima kasih!

    BalasHapus